Saturday, September 20, 2008

Kontroversi Surat Sukanto Tanoto kepada SBY



Selayaknya kasus dugaan manipulasi pajak Asian Agri diselesaikan lewat mekanisme hukum. Itu sebabnya, sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menolak memberikan perlindungan kepada Sukanto Tanoto, pemilik perusahaan ini, sudah tepat.

Demikianlah, bagaimana hukum harus ditegakkan, tidak peduli bahwa yang tengah beperkara termasuk salah satu orang
terkaya di Indonesia.

Sukanto mengirim surat itu kepada Presiden pada 7 Januari lalu.
Dia menyampaikan permasalahan pajak yang tengah dialami
Asian Agri. Dia menguraikan persoalan itu selalu dikaitkan
dengan dirinya. Sukanto meminta Presiden memberikan
kesempatan kepada perusahaan untuk membicarakan dan
menyelesaikan persoalan tersebut secara kondusif dengan
Direktorat Jenderal Pajak.

Permintaan itu muncul di kala Dirjen Pajak tengah bekerja keras
mengusut dugaan manipulasi pajak Asian Agri (yang terjadi
sepanjang 2002-2005) senilai Rp 1,3 triliun. Institusi di bawah
Kementerian Keuangan ini telah memeriksa dokumen Asian Agri
sebanyak sembilan truk yang ditemukan tersimpan di sebuah
toko lampu di kawasan Duta Merlin, Jakarta Pusat.

Belum jelas apa yang dimaksud Sukanto agar persoalan pajak
Asian Agri diselesaikan secara “kondusif”. Jika ia berharap
Presiden memerintahkan aparatnya untuk tak menyeret kasus
ini ke wilayah hukum, sungguh itu tindakan yang berbahaya.
Jika presiden menuruti keinginan Sukanto, dipastikan hal itu
akan mencederai supremasi hukum yang tengah dengan susah
payah ditegakkan di negeri ini.

Bagaimanapun, penuntasan kasus Asian Agri akan menjadi salah
satu tonggak apakah hukum masih bisa dijadikan sandaran
keadilan. Dana Rp 1,3 triliun yang diduga ditilap dalam kasus ini
bukanlah jumlah yang ecek-ecek. Dengan uang sebesar itu,
sekurang-kurangnya bisa dibangun 200 gedung puskesmas
lengkap dengan peralatannya. Sisanya masih bisa digunakan
untuk memperbaiki kerusakan jalan di sepanjang pantai utara
Jawa. Pendeknya, rakyat dirugikan jika kasus ini diselesaikan
di bawah meja.

Masih ada ihwal lain yang bisa dipersoalkan di balik pengiriman
surat tersebut. Hal itu berkaitan dengan sikap Sukanto tidak
memenuhi panggilan Dirjen Pajak untuk diperiksa sebagai saksi
dalam kasus Asian Agri. Hingga Maret lalu, Dirjen Pajak sudah
tiga kali melayangkan panggilan kepada dia, tak satu pun
dipenuhi.

Menolak panggilan pemeriksaan, tapi tiba-tiba melayangkan
surat kepada Presiden, hanya akan memunculkan kesan bahwa
dia ingin menggunakan pengaruhnya menyelesaikan persoalan
ini lewat jalur kekuasaan. Alasan bahwa surat panggilan tak
pernah sampai ke alamatnya kelihatan mengada-ada karena
masalah ini telah diberitakan berkali-kali oleh media massa.

Kini sikap pemerintah sudah jelas. Presiden Yudhoyono
menyerahkan soal ini ke koridor hukum. Koran ini berharap
aparat kejaksaan tak lagi "ikut" mengulur waktu dan segera
memproses berkas pemeriksaan yang akan diserahkan Dirjen
Pajak. Mempermainkan lagi soal ini hanya akan membuat wajah
penegakan hukum kian babak belur.

*) Naskah ini juga dimuat sebagai Tajuk Rencana dalam Koran Tempo 19 September.
**) Foto diambil dari www.forbes.com

No comments: