Wednesday, March 21, 2007

Hamid Awaludin Masih Lenggang Kangkung

Satu lagi tersangka koruptor masuk bui.
Selasa, 20 April, Widjanarko Puspoyo, Direktur Utama Bulog
ditahan Kejaksaan Agung. Ia disangka melakukan tindakan
korupsi dalam kasus sapi impor fiktif yang merugikan negara
sebesar Rp 11 miliar.

Beberapa nama beken lain yang dalam waktu berdekatan
juga mengalmi nasib serupa adalah Suwarna, Gubernur
non aktif Kalimantan Timur.

Beberapa nama yang lebih beken, masih bisa lenggang
kangkung. Adalah Hamid Awaludin, Menteri Hukum dan
HAM, yang lagi disorot karena menyediakan rekening
kantornya untuk penampungan dana Tommy Soeharto
dari BNP Paribas. Jumlahnya sekitar Rp 10 Miliar.

Ini jelas tindakan melanggar hukum. Menteri Keuangan
Sri Mulyani tegas mengatakan semua rekening yang dibuat
departemen pemerintah harus sepengetahuan Menkeu.

Lagipula, tak lazim rekening departemen pemerintah
digunakan untuk menampung duit yang belum jelas
setatusnya, dari swasta lagi. Dari anak bekas penguasa
Orde Baru lagi!

Bagaimana mungkin kantor pemerintah bisa melakukan
hal semacam itu? Kemana dana itu mengalir, akhirnya?

Ada dimanakah logika dari cerita nan unik ini--atau
hal semacam ini hanya terjadi di negeri tercinta Indonesia,
dimana segala kemuskilan menjadi wajar-wajar saja?

Ada dimanakah Presiden Republik Indonesia hingga
tak terdengar komentarnya sepatah kata pun,
meski para pembantu utamanya melakukan berbagai
tindakan "unik"? (Oh Ya, cerita ini bermula dari Yusril
Ihza Mahendra yang ketika menjabat sebagai Menteri
Kehakiman menyatakan dana Tommy itu halal belaka)

Ada dimanakah komitmen sang presiden yang
katanya akan memberantas korupsi, dan dimulai
dari kantornya sendiri itu?

Anehkah kalau saya sudah kehabisan harapan terhadap
para pemimpin macam itu?

Monday, March 12, 2007

Lik Sronto "Nalangin" Ical

Negeri macam apakah ini yang demikian "memanjakan"
seorang bernama Aburizal Bakrie alias Ical?

Mari kita mulai dari PT Lapindo Brantas, sebuah anak
perusahaan PT Energi Mega Persada, yang terkait
dengan Ical. Inilah perusahaan yang telah menyebabkan
lumpur penas menyembur di Porong, dan menyebabkan
ribuan jiwa tergebah dari kampung halamannya.

Jaringan infrastruktur juga rusak karenanya.
Seluruh kerugian mencapai lebih Rp 7 triliun!

Dan untuk memperbaiki kerusakan hebat itu,
pemerintah turun tangan menggerojokan
dana talangan. Uang siapa ini?

Tentu saja uang Pak Wiro, Yu Ginah, Kang Diro,
Lik Sronto, dan lain-lain sebagainya, yang sehari-hari
cuma jadi tukang patri di Pati, sopir angkutan di
Jumapolo, bakul pecel di gerbong-gerbong kereta
ekonomi jurusan Jakarta-Solo, dan sebagainya.

Merekalah yang kini menalangi segala kerugian
yang ditimbulkan oleh perusahaan yang terkait
dengan Pak Menteri yang tinggal di Menteng
dan tak sembarang orang boleh menjamah
pagarnya itu!

Mereka dipajeki, uangnya masuk anggaran,
lalu dicowok sebagian untuk nalangin kerusakan
akibat Lumpur Panas Lapindo!

Skor 1-0 untuk Ical.

Dan, eloknya, kini perusahaan Pak Menteri yang lain,
yakni PT Semesta Marga Raya yang dibawah Kelompok
Usaha Bakrie itu mendapat proyek senilai
Rp 1,38 Triliun untuk membangun tol Kanci-Pejagan.

Edan, tenan!
Kelompok Usaha yang salah satu perusahaannya
bermasalah kok dapet proyek raksasa!

Eloknya lagi, uang untuk membangun jalan tol
itu disalurkan oleh BNI dan BRI dalam bentuk
kredit. Sebagai wong ndeso, saya bertanya:
Jadi, modal apakah yang disediakan oleh
PT Semesta untuk mengerjakan ruas tol yang
kelak menjadi bagian dari Tol Jawa itu?
(geleng-geleng kepala mode: on)

Kini, 2-0.

Yu Ginah dan sak brayat sekalian,
inilah negeri kita. Inilah nasib kita.
Ojo kroso nelongso, amargo hanya itulah
yang baru bisa dibikin para pemimpin kita.

Di nurani mereka, tak terselip catetan tentang
nasib panjenengan sedoyo.

Monday, March 05, 2007

Awas Si Lusi!

Sebuah gerakan sistematis mengganti istilah Lumpur
Lapindo menjadi Lumpur Sidoarjo (disingkat Lusi) sepertinya
tengah dilakukan.

Gampang ditebak, gerakan ini ingin menghilangkan citra
bahwa PT Lapindo Brantas adalah biang kerok dari petaka
semburan lumpur panas dari sumur Banjar Panji-1 yang
telah menggebah 25 ribu keluarga dari 13 desa itu.

Jangan heran, salah satu eksponen gerakan itu adalah
Tim Nasional Penanggulangan Lumpur, yang mestinya
berpihak pada rakyat. Lewat buletin bulanan, Tim ini
gencar mempopulerkan istilah Lusi--langsung maupun
tidak langsung. Buletin bulanan itu diberi nama: Media
Center Lusi.

Pengacara Lapindo, Trimoleja D Soerjadi, juga emoh
penggunaan Lumpur Lapindo. Kata dia, istilah itu
mengasumsikan bahwa Lapindo bersalah--padahal
secara hukum belum pernah terbukti.

Celakanya, beberapa media nasional, entah dengan
alasan apa, juga memilih menggunakan istilah Lusi.

Bersambung....:-)

Friday, March 02, 2007

Mimpi Si Sofyan

Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informatika, itu
bikin pernyataan ganjil. Dia tak suka dengan acara parodi
bertajuk Newsdotcom, Rapublik Mimpi, di Metro TV.
Katanya,"Kalau presiden diolok-olok, mau kemana negeri ini?"
Lalu dia mengancam akan melayangkan somasi.

Ganjil, karena cara berpikir seperti itu, bahwa penguasa
tak dapat dikritik, hanya berlaku di jaman yang telah
lewat. Zaman Orde Baru!

Sofyan tampaknya sedang bermimpi, bahwa ia masih
hidup di era seperti itu.

Atau ia tengah bermimpi bahwa dengan jurus mengambil
hati macam itu bakal dapat menyelamatkannya dari
kemungkinan di-reshufle presiden?

Orang seperti ini benar-benar tak layak menjadi pejabat
di jaman yang telah berubah ini.

Bangun pak Menteri,
matahari telah tinggi.

Thursday, March 01, 2007

Musim

awan berarak di serat kaca
lalai menarik tirai
selingkuh semalaman

engkaulah musim
yang menandai kesetiaan
pada tetes hujan
juga sisa kemarau

sedang di tepi
rembulan menanti.

26/02/07

Setelah 2,5 Bulan

Dua bulan tanpa catatan, dan ternyata banyak hal telah
terjadi. Banyak hal? Sebenarnya cuma sedikit, sebab
semua peristiwa itu dapat diringkas menjadi satu
pengertian saja: T R A G E D I.

Ya, tragedi, dengan huruf kapital, dan setiap aksara
disela satu spasi.

Di titik pergantian tahun, ratusan jiwa serentak menjumpai
sang khaliq lewat sejenis ironi. Sebuah pesawat menghunjam
laut. Sebuah kapal tenggelam.

Lalu ibu kota menuai petaka akibat kebebalan para pemimpin-
nya. Banjir bandang menenggelamkan lebih 50% wilayahnya.
Saat itu, apakah gunanya puluhan mall dan square yang telah
dibangun dan merampok ratusan hektar lahan serapan air?

Sebuah pesawat kembali menunjukan kerentaanya --dan
kecongkakan mesin bisnis dibelakangnya--, sebelum sebuah
kapal terbakar (lagi).

Setelah 2,5 bulan tanpa catatan, banyak yang telah terjadi.
Dan, pada saat yang sama, tak banyak yang sudah dilakukan
para pemimpin itu.