Saturday, April 05, 2008

Teh Menjadi Pahit

Jenuh, sumpeg, bosan, itu biasa. Apalagi kalau penyebabnya
cuma rutinitas kerja. Untuk mencairkannya pun gampang.
Sekedar leyeh-leyeh di teras sambil nyruput teh manis anget
di sore yang cerah.

Cara lain yang murah, segera ambil sepeda pancal dan cari angin
keliling komplek rumah. Ini sehat dan tak bikin polusi. Boleh juga
sesekali ke bioskop, asal jangan nonton film horor yang bikin
mangkel itu.

Tapi bagaimana kalau rasa bosan itu disebabkan sesuatu yang
absurd? Inilah yang lagi saya alami. Abdsurditas yang saya
maksud itu berasal dari sebuah gedung ”menyeramkan” di
kawasan Senayan, sana. Tepatnya gedung DPR. Ya, para
anggota parlemenlah yang lagi bikin bosan saya!

Bayangkan, masak warga yang terhormat ini masih saja
memelihara hobi gemar menerima suap. Ada dokumen yang
disiarkan Koran Tempo. Isinya daftar anggota DPR yang plesiran
ke luar negeri dan dibiayai Bank Indonesia. Bahkan ada yang
minta istrinya pun didanai dan di-sangu-in. Yok opo rek?

Nama yang tedaftar ternyata masih sak-ombyok. Banyak
perjalanan wakil rakyat ke daerah juga ditanggung Bank
Sentral. Juga ada acara-acara silaturahmi dan buka puasa
bersama, njupuk dari brankas BI.

Ini sungguh membosankan. Karena semua kegiatan tersebut
terjadi pada wakil rakyat era reformasi ini. Juga ditengah
gencarnya pemeriksaan skandal BI jilid 1. Inilah skandal
penggelontoran dana BI untuk DPR pada periode
2003-2004.

Lumrah, kali ini bukan saja rasa bosan yang menyergap.
Tetapi ditambah mangkel, jengkel, geram, marah, dan
nelongso. Kok ya tega-teganya orang-orang kaya itu
mau menerima –dan meminta— duit yang bukan hak-nya?

Saya nelongso karena lalu kelingan para sedulur
korban lumpur Lapindo. Juga teringat robohnya
sebuah gedung sekolah di Jawa Barat (dan banyak
gedung sekolah di pelosok dengan kondisi mengenaskan).
Saya belum lupa dengan seorang ibu hamil yang
meninggal karena dirajam kemiskinan—dan faktanya jumlah orang
miskin memang semakin banyak saja.

Mengingat semua itu, dan melihat kelakuan para
wakil rakyat ”kita”, teh yang saya minum tiba-tiba
berasa pahit.

No comments: