Monday, April 21, 2008

Partai Politik Intimidasi KPK

Serangkaian penangkapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terhadap beberapa anggota Dewan Perwakilan
Rakyat menyulut ketidaknyamanan sebagian anggota parlemen.
Salah satunya tercermin dari pernyataan Ketua Fraksi Partai
Golkar, Priyo Budi Santosa, yang bernada ancaman terhadap
komisi. Sebuah reaksi yang sesungguhnya tak pantas muncul
dari seorang wakil rakyat. Respon semacam itu juga berpotensi
menghambat gerakan penumpasan korupsi.

Mulanya adalah gebrakan Komisi yang menahan Hamka Yamdhu,
anggota Fraksi Partai Golkar. Dia disangka terlibat kasus aliran
dana Bank Indonesia ke anggota DPR. Antony Zeidra Abidin,
mantan anggota DPR dan sekarang Wakil Guberur Jambi, juga
dicokok.

Priyo pun memperingatkan Komisi agar tak "memainkan" kasus
yang melilit dua kader partainya itu. Jika itu dilakukan,
"Saya kuatir ada arus balik," katanya. Sulit menghilangkan kesan
bahwa ucapan itu bernada ancaman.

Apakah yang dia maksud dengan kata "memainkan" dan
"arus balik"? Jika yang dimaksudkan "memainkan" adalah
mempolitisasi kasus, Priyo harus punya indikasi kuat KPK
bermain politik.

Kenyataannya, dalam berbagai kasus yang ditangani sebelum ini,
Komisi memiliki bukti kuat sebelum menetapkan seseorang
sebagai tersangka dan menahannya. Bahkan, terkait dengan Hamka
serta Antony, Komisi terkesan lamban menahan mereka--selang
waktunya cukup jauh dengan momentum penahanan tiga mantan
petinggi Bank Indonesia yang terbelit kasus sama. KPK beralasan
perlu mengumpulkan bukti lebih dulu.

Sejatinya sulit menemukan petunjuk KPK telah bermain api. Maka
tak ada alasan pula mengira bakal ada "arus balik" seperti dinyatakan
Priyo. Kecuali jika hal itu memang sengaja akan dilakukan.

Solidaritas yang ditunjukkan Priyo itersebut bukan yang pertama
terjadi di parlemen. Ketika Al Amin Nasution, anggota Fraksi Partai
Persatuan Pembangunan, lebih dulu ditangkap komisi, koleganya
ramai-ramai membela.

Al Amin diduga menerima suap dari Sekretaris Daerah Bintan
untuk memuluskan alih fungsi lahan hutan lindung. Tetapi
kawan-kawannya menunjukan versi masing-masing tentang
uang yang ditemukan bersama Al Amin tersebut. Intinya mereka
menyatakan itu bukan uang suap.

Praktek korupsi sudah dianggap kejahatan luar biasa di negeri ini.
Maka untuk menumpasnya ditetapkanlah sebuah payung hukum
berupa Tap MPR No 11/1998. Payung hukum ini mewajibkan
penyelengara negara, termasuk DPR, membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi, dan, nepotisme. (Pasal 2)

Maka sulit dipahami ketika seorang anggota parlemen ditahan KPK,
muncul upaya-upaya menghambatnya. Sedangkan, institusi KPK
sendiri dibentuk atas perintah Tap MPR tersebut.

Alih-alih, DPR lewat Badan Kehormatan, mestinya bertindak
tegas terhadap wakil rakyat yang megkhianati amanat tersebut.
Dan partai politik yang menjadi "rumah' politisi bersangkutan
dituntut bersikap serupa. Misalnya me-recall anggotanya dari
parlemen--dan bukan membabi-buta membelanya.

Diyakini, perjuangan KPK yang menjadi garda depan
pemberantasan korupsi amat berat. Berbagai tekanan, termasuk
pressure politik seperti di atas, akan selalu (dan terbukti sudah) ada.
Untuk menghadapinya, langkah komisi menjalin kemitraan
dengan berbagai elemen masyarakat, seperti sudah dilakukan
dengan grup Slank baru-baru ini, perlu diperluas dan diintesifkan.
Biarlah jika tekanan (politik) seperti itu muncul lagi, para penekan itu
akan berhadapan dengan rakyat.

2 comments:

ngalauseribuharau.wordpress.com said...

mas tulus...emang beneran karya Karl May bikin kita berkhayal dan serasa bersemangat menempuh petualangan. Early - PKMI

tulus wijanarko said...

Terima kasih sudah mampir, dan membaca. Kapan-kapan, mungkin kita bisa bertemu di padang prairi. :-)