Friday, November 21, 2008

Busway Mangkrak, Bang Foke Kemana?

Langkah Pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi problem kemacetan ibukota sungguh sangat tidak menjanjikan. Proyek pembangunan jaringan busway saat ini telantar, dan justru membuat kondisi lalulintas semakin kisruh. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut, Jakarta akan semakin sulit keluar dari ancaman yang sudah kerap didengungkan: Lalu-lintas ibukota bakal macet total pada tahun 2011!

Jaringan busway (Bus Rapid Transit alias BRT) sejak semula dimaksudkan menjadi bagian dari strategi utuh mengurai kemacetan di Jakarta. Selain BRT, pemeritah juga akan membangun jaringan Mass Rapid Transit (subway) dan Light Rel Transit (monorel). Tiga jurus tranportasi inilah yang akan digeber guna mencegah Jakarta lumpuh total. Para ahli mengatakan kelumpuhan itu akan terjadi pada 2014. Bahkan bukan tak mungkin pada 2011 ancaman itu terwujud jika tak diambil tindakan yang tepat.

Menurut rencana bakal ada 15 koridor busway yang menghubungan setiap sudut Jakarta. Seluruh jaringan ini dikelola oleh Badan Layanan Umum Transjakarta. Jika semua lintasan sudah beroperasi, ditaksir setengah juta orang bisa diangkut saban hari. Bersamaan dengan itu lebih 200 ribu kendaraan pribadi akan "nganggur" karena pemiliknya beralih ke bus Transjakarta. Ini merupakan pengurangan siginikan, dan bisa membuat Jakarta sedikit lebih lega.

Tetapi hitung-hitungan di atas kertas itu terancam meleset jauh. Pasalnya, hingga menjelang akhir tahun ini baru tujuh koridor saja yang beroperasi--dari 10 yang ditargetkan. Koridor VIII hinga X yang sejatinya telah kelar dibangun dengan biaya Rp 365 Miliar itu, kini mangkrak sia-sia. Padahal mestinya sejak September lalu koridor ini sudah beroperasi. Bahkan target semula adalah akhir 2007!

Penyebab dari leletnya proyek ini adalah karena tidak tersedianya bus Transjakarta. BLU baru akan mengadakan lelang pengadaan bus awal tahun depan untuk koridor VIII. Sedangkan bus untuk koridor IX dan X yang mestinya disediakan operator (konsorsium) lama, juga belum ada.

Tak hanya itu, operasional koridor IV hingga VII ternyata juga tak optimal. Pada koridor V (Kampung Melayu-Ancol), misalnya, terjadi kekisruhan antara BLU dengan konsorsium dalam menentukan tarif. Akibatnya, belasan bus yang melayani jalur ini nganggur sejak Juni lalu. Sedangkan jalur lainnya masih kekurangan bus.

Agar masa depan jaringan busway tidak semakin suram, beberapa hal harus segera diatasi. Salah satunya adalah meninjau kembali posisi BLU yang masih berada di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Berada di bawah institusi pemerintah membuat BLU tidak lincah bergerak. Setiap kali melangkah mau tak mau BLU harus tunduk pada "tata-krama" birokrasi.

Ambil contoh dalam proses lelang pengadaan bus. Prosedur ini biasanya memakan waktu selama sembilan bulan. Maka jika lelang bus untuk koridor VIII dibuka awal 2009, maka baru bulan September tahun depan lintasan Lebak Bulus-Harmoni ini "hidup". Selama masa menunggu itu, koridor akan nganggur dengan resiko rusak disana-sini. Sekarang pun berbagai kerusakan sudah terlihat.

Menjadikan BLU sebagai lembaga independen, memungkinkan ia bergerak lebih taktis. Langkah ini diperlukan mengingat tugas berat yang dipikulnya, yakni ikut mengurai kemacetak akut di ibu kota.

Di atas semua itu, keseriusan dan komitmen Gubernur Fauzi Bowo menata lalu-lintas Jakarta layak ditagih. Ketidak jelasan proyek subway dan monorel mengesankan kurang sensitifnya Bang Foke terhadap ancaman kelumpuhan Jakarta. Inilah saatnya Bang Foke membuktikan jargon yang ia usung semasa kampanye dulu: Serahkan pada ahlinya.

Foto diambil dari:
www.skyscrapercity.com

No comments: