Wednesday, December 26, 2007

Duka Menderai di Tawangmangu

Hampir sebulan tak menulis (Sejak "Cemara Menderai di Cemoro
sewu"), hari ini sebuah kabar penuh tangis datang dari Tawang
mangu--sekitar 15 kilometer dibawah Cemorosewu. Hujan dua
hari dua malam menggocoh ribuan kubik tanah di pebukitan,
menciptakan longsor yang dahsyat, dan menewaskan 71 anak
manusia yang tengah lelap dibuai mimpi.

Hari itu, Rabu 26 Desember, pukul 04.00, dini hari menjadi
semakin kelam. Hawa dingin di lereng Gunung Lawu, kian
terasa mengiris hati Sadi, 58 tahun, warga desa Mogol,
Ledoksari, Tawangmangu, karena sebagian besar tetangganya
menjadi korban.

Keperihan tentu juga menyayat hati siapa saja yang menyimak
bencana di penghujung tahun ini. Apalagi, bersama tragedi
di Tawangmangu itu, berita duka lain datang dari penjuru
tanah Jawa. Banjir menggenangi kota-kota di Jawa Tengah
dan Jawa Timur.

Tuhan Semesta Alam rupanya belum mengijinkan bangsa ini
menyobek lembar terakhir alamanak 2007 dengan keriaan.
Sebuah pesan telah dikirimkan dari langit, dan kita
musti mencari-cari maknanya di tengah letupan kembang
api di angkasa, denting gelas anggur, dan gelak tawa
yang meriap-riap di ruang pesta.

Hari ini, ingin sekali aku menengok kampung halaman,
sebuah kota kecil di lereng Gunung Lawu, yang tengah
menanggung duka.

Hari ini, semoga doaku sampai ke langit.