Friday, April 27, 2007

SBY Takut Mencopot Yusril dan Hamid?

Apakah ukuran reshuffle kabinet yang akan dilakukan
Presiden SBY layak disambut baik—atau sebaliknya?
Sederhana sekali cara melihatnya. Yaitu, apakah SBY
berani mencopot Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza
Mahendra dan Menteri Kehakiman dan HAM Hamid
Awaluddin—selain mengganti menteri-menteri lain
yang sakit dan tidak berprestasi.

Kenapa?
Pemerintahan SBY, adalah pemerintah yang menjanjikan
akan memberangus praktik KKN, sejak dari kantornya sendiri.
Saya memahami hal itu tidak secara harafiah belaka. Selain
di kantor kepresidenan, KKN mestinya juga harus diganyan
sejak dari kalangan terdekatnya sndiri, yakni para menteri-
menterinya!

Yusril dan Hamid, seperti gencar diberitakan media,
terbelit conflict of interest dalam beberapa kasus.
Yusril mengijinkan penunjukan langsung pangadaan
mesin sidik jari di kantor Menteri Hukum dan Perundangan
senilai Rp 18,48 M saat ia pimpin. KPK yang sedang menyelidiki
kasus ini menduga ada mark up sekitar Rp 6 M.

Kedua menteri itu juga terlibat dalam pencairan duit
Tommy Soeharto di Bank Paribas Inggris. Kantor
pengacara milik Yusril, yakni Ihza&Ihza, ikut jadi
pemain kunci dalam kasus ini.

Dan, eloknya, Hamid Awaluddin menyediakan rekening
negara untuk menjadi penampungan duit itu. Mustahil,
Jenderal SBY tak melihat konflik kepentingan dalam kasus
ini.

Oh ya, Hamid juga sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus
korupsi di Komisi Pemilihan Umum, saat dia “mengabdi”
(mengabdi?) di sana sebagai Ketuanya.

Dalam sebuah acara talk show di SCTV, akhir April,
Yusril "dibantai" Deny Indryana. Dia dicecar soal etika pejabat
tinggi negara yang terlibat bisnis pribadi (tentu ini merujuk
keterlibatan kantor pengacara Yusril dalam pencairan duit
Tommy Soeharto—anak “mbahe” Orde Baru yang masih
sentausa dan tak terjerat hukum itu)

Yusril hanya bisa berkelit, bahwa keterlibatan Ihza dan Ihza
dalam pencairan dana Tomy, (juga kasus Gelora Senayan), tak
melanggar hukum positif. Yusril juga bilang bahwa pejabat negara
tak kehilangan hak perdatanya, termasuk untuk berbinis.

Ini sungguh mirip dengan kata-kata Soeharto yang berkomentar
tentang bisnis anak-anaknya dulu: Apa kalau sudah jadi anak
presiden tidak boleh berbinis?

Lalu terdengarlah oleh saya bisik-bisik itu. SBY
Akan mempertahankan Yusril dan Hamid Awaludin,
dalam kabinetnya. Alias, mereka akan lolos dari reshuffle.

Sebuah reshuffle, tanpa mengganti keduanya, hanya
menunjukkan SBY tak pernah serius membersihkan KKN
seperti yang dia janjikan akan dimulai dari kantornya sendiri.

Mari kita hitung kancing: apakah SBY benar-benar takut
mencopot mereka?